Mengenal Iqalah
Ditulis oleh: Ustadz Ammi Nur Baits, ST, BA
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Arman membeli hp di toko A, setelah membayar, dibawa pulang. Sesampainya di rumah, ternyata sudah ada orang yang menghadiahkan HP serupa ke Arman. Diapun mengembalikan HP yang dia beli ke toko A.
Upaya yang diakukan Arman disebut Iqalah. Dia mengembalikan barang yang telah dia beli, tanpa ada hak khiyar sama sekali. Bukan karena cacat, bukan karena perjanjian, juga bukan karena pembodohan. Tidak ada alasan apapun bagi Arman untuk membatalkan akad jual beli HP, selain karena alasan yang sifatnya pribadi.
Iqalah secara bahasa diartikan menghilangkan (Misbah al-Munir, al-Faiyumi, 2/521). Sementara pengertian Iqalah secara istilah didefinisikan dengan,
رفع العقد، وإلغاء حكمه وآثاره برضا طرفيه
Membatalkan akad, dengan tidak memberlakukan hukum dan konsekuensinya dengan kerelaan kedua belah pihak. (al-Mughni, 6/201, Bada’I as-Shana’I 5/308)
Iqalah di luar hak khiyar, karena itu, penjual tidak berkewajiban untuk menerimanya. Hanya saja, dianjurkan untuk menerimanya, sebagai bentuk berbuat baik kepada sesama.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَقَالَ مُسْلِمًا أَقَالَهُ اللَّهُ عَثْرَتَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Siapa yang menerima pengembalian barang dari seorang muslim, maka Allah akan mengampuni kesalahannnya di hari kiamat. (HR. Ahmad 7431, Ibnu Hibban 5030 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)
Takyif Fiqh Iqalah
Ulama berbeda pendapat dalam memahami iqalah (Ensiklopedi Fiqh, 5/326).
Pertama, iqalah adalah pembatalan akad dan bukan akad yang baru
Ini merupakan pendapat Syafiiyah, Hambali, dan Muhammad bin Hasan.
Mereka beralasan bahwa iqalah secara makna bahasa artinya menghilangkan. Dan makna istilah tidak jauh beda dengan makna bahasa. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya iqalah, bukan ba’i (jual beli).
Diantara alasan lainnya, ulama sepakat bolehnya melakukan iqalah untuk akad salam. Sementara terdapat larangan menjual barang sebelum diterima. Jika Iqalah dipahami sebagai jual beli, berarti iqalah dalam akad salam adalah menjual barang sebelum diterima. (al-Muhalla, 4/9)
Kedua, iqalah adalah transaksi jual beli baru
Ini merupakan pendapat Abu Yusuf, Imam Malik, dan Dzahiriyah.
Mereka beralasan, bahwa hakekat jual beli adalah tukar menukar. Ada yang kita serahkan dan ada yang kita terima (at-Tabadul). Dan ini ada pada iqalah. Karena transaksi itu dikembalikan kepada hakekatnya dan bukan ucapannya, sehingga iqalah bisa disebut jual beli.
Sanggahan yang disampaikan jumhur bahwa iqalah bukan at-Tabadul, tapi Ruju’ ‘an al-Mubadalah (membatalkan serah-terima). Sehingga tidak bisa dipahami jual beli.
Kesimpulannya, pendapat yang lebih mendekati adalah pendapat pertama, bahwa iqalah adalah fasakh akad dan bukan akad yang baru.
Kosekuensi dari perbedaan ini adalah masalah cara penentuan nilai harga yang harus dikembalikan ke pembeli, ketika pembeli mengembalikan barang.
Jika iqalah dipahami sebagai faskh (pembatalasan akad) dan bukan jual beli, maka ketika konsumen mengembalikan barang, maka penjual mengembalikan uang senilai yang pernah dibayarkan. Sebagaimana sebelum terjadi jual beli.
Sementara jika iqalah dipahami sebagai akad yang baru, maka harus ada kesepakatan yang baru mengenai harga atau lainnya.
Allahu a’lam.
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
- SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
- DONASI hubungi: 087 882 888 727
- REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK